itofficerppim-webadmin2023-08-22T15:20:31+07:00
CIPUTAT, PPIM – Sepanjang tahun 2016, tiga buku hasil karya peneliti PPIM UIN Jakarta mendapat perhatian dunia internasional. Pertama, hasil penelitian gerakan dan jaringan tarekat Syattariyah di Asia Tenggara oleh Prof. Dr. Oman Fathurahman diterbitkan oleh ILCAA-Tokyo University, Jepang (2016). Kedua, naskah buku tentang agama dan regulasi di Indonesia oleh Ismatu Ropi, Ph.D telah selesai ditandatangani kontraknya dan akan segera diterbitkan oleh Palgrave Macmillan (Desember 2016). Terakhir, penelitian disertasi Din Wahid, Ph.D tentang pesantren-pesantren Salafi di Indonesia menarik perhatian Margaret Scott, seorang jurnalis kawakan dari Amerika Serikat, yang menulis resensi buku tentang menaiknya pengaruh Arab Saudi di Indonesia di The New York Review of Books (27 Oktober, 2016). Perhatian yang besar dari penerbit bergengsi dunia dan penulis asing berpengalaman terhadap karya-karya peneliti asli Indonesia seperti ini tidak terlalu sering terjadi. Oleh karena itu, kabar menggembirakan ini perlu mendapatkan apresiasi dan sambutan yang baik di Tanah Air.
Dalam kajian filologinya, Oman Fathurahman mendalami 30 manuskrip untuk menunjukkan kompleksitas tarekat Order dan pengaruhnya yang besar pada elit Muslim Jawa, termasuk tiga sufi perempuan dari latar belakang aristokrat Jawa, yaitu Ratu Raja Fatimah dan Nyimas Ayu Alimah dari Keraton Cirebon; dan, terakhir, Kanjeng Ratu Kadipaten, istri Pangeran Mangkubumi dari Keraton Yogyakarta, yang memainkan peran penting dalam membentuk spiritualitas tokoh mistik Jawa dan pemimpin ‘perang suci’ melawan kolonialisme Eropa, Pangeran Diponegoro. Berbeda dengan studi-studi sebelumnya, buku yang lengkapnya berjudul Shaṭṭārīyah silsilah in Aceh, Java, and the Lanao area of Mindanao ini menekankan pentingnya peran jaringan lokal “masyarakat jelata” pengikut Tarekat Shaṭṭārīyah di dalam menyebarkan ajaran ke dalam konteks dan wilayah yang lebih luas di Asia Tenggara. Meskipun, beberapa di antaranya harus hidup di pengasingan selama penjajahan Belanda, seperti Kyai Hasan Maolani, ulama lokal berpengaruh dari Lengkong, Kuningan, Jawa Barat, yang dibuang ke Manado, Sulawesi Utara.
Sementara itu, Ismatu Ropi di awal tahun ini telah menandatangani kontrak penerbitan bukunya yang berjudul Religion and Regulation in Indonesia. Palgrave Macmillan rencananya akan menerbitkan buku yang awalnya merupakan disertasi penulis di ANU Canberra, Australia pada akhir tahun 2016 ini. Buku ini menganalisis hubungan yang sangat kompleks antara negara dan agama di Indonesia, mengkaji intervensi pemerintah pada kehidupan keagamaan sekaligus kasus dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan urusan agama di Indonesia. Sementara konstitusi Indonesia menjaga kebebasan beragama, sebenarnya ia juga cenderung membangun kekuasaan diskresi dalam pemerintahan untuk mengontrol kehidupan beragama dan mengawasi kebebasan beragama. Selama lebih dari empat dekade, pemerintah Indonesia telah membangun berbagai kebijakan tentang agama berdasarkan warisan konstitusional yang ditafsirkan oleh norma-norma dan nilai-nilai dari kelompok agama mayoritas yang ada, demikian tulis Ismatu Ropi dalam bukunya.
Terakhir, Margaret Scott wartawan yang juga profesor di Wagner School of Public Service, New York University, membahas disertasi Din Wahid yang berhasil dipertahankan di Utrecht University, Belanda (2014). Scott menulis tentang betapa besarnya pengaruh Arab Saudi dan adanya persaingan antar kelompok di dalam Islam di Indonesia. Sebenarnya persaingan internal dalam kelompok itu sendiri memiliki sejarah panjang di Indonesia. Namun, di negara yang sangat Sunni seperti Indonesia, dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, rencana pembangunan universitas yang didanai Arab Saudi diperkirakan akan memiliki peranan lebih besar lagi dalam persaingan tersebut. Din Wahid, dalam buku disertasinya yang berjudul Nurturing the Salafi Manhaj: A Study of Salafi Pesantrens in Contemporary Indonesia, mengingatkan bagaimana keseriusan Indonesia merespon terhadap fenomena ini akan menjadi ujian penting bagi pemerintah, karena pendidikan agama yang diajarkan lembaga-lembaga ala Saudi seringkali menolak gagasan pluralisme dan demokrasi