CIPUTAT, PPIM – Pendidikan Agama Islam (PAI) diakui banyak pihak sebagai mata pelajaran penting di sekolah. Namun buku-buku teks dan kurikulum yang disusun masih jauh dari memuaskan. Bahkan, seperti yang ditemukan dalam penelitian PPIM UIN Jakarta Oktober lalu, ada beberapa masalah cukup serius di dalam naskah buku-buku teks sekolah yang diterbitkan, baik di pusat maupun daerah. Ada indikasi kuat terbentuknya pemahaman yang cenderung eksklusif di kalangan guru, serta narasi teks buku sekolah yang mencerminkan ajaran dan paham agama yang cenderung radikal. Oleh karena itu, PPIM UIN Jakarta berinisiatif melakukan policy engagement dengan pemerintah, khususnya Kementerian Agama RI.
Rekomendasi dari penelitian itu, antara lain, memohon pemerintah bersungguh-sungguh mengkaji ulang penerbitan buku-buku teks PAI di sekolah. Pemerintah didorong untuk serius menghasilkan buku-buku teks sekolah yang berkualitas baik melewati proses review yang transparan dan kredibel. Kemudian, dalam hal ini, Kementerian Agama RI dinilai memiliki infrastruktur kelembagaan dan sumber daya yang cukup memadai untuk menjalankan kedua peran di atas, dan untuk itu penelitian ini merekomendasikan Kemenag RI mengambil peran yang lebih aktif guna meningkatkan kualitas produksi buku dan kurikulum PAI untuk sekolah-sekolah di Indonesia.
Prof. Dr. Jamhari Makruf, sebagai Sekretaris Dewan Penasehat PPIM, secara resmi menyerahkan policy brief dan laporan penelitian tersebut. Menteri Agama RI, Lukman H. Saifuddin, menerima beliau dan rombongan PPIM UIN Jakarta di kantornya (Rabu, 9/11/2016). Dalam konteks ini, sebagai lembaga penelitian berbasis universitas, PPIM merasa terpanggil untuk terlibat dalam proses pengambilan kebijakan khususnya dalam hal Pendidikan Islam di Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Agama mengucapkan terimakasih kepada PPIM UIN Jakarta atas berbagai inisiatifnya. “Ini persoalan sangat penting, dan Kemenag RI akan merespon secepatnya dengan mengadakan FGD dan pertemuan lainnya terkait rekomendasi dari penelitian PPIM UIN ini,” katanya. Kepada rombongan PPIM UIN Jakarta yang terdiri dari Jamhari Makruf (Dewan Penasehat), Saiful Umam (Direktur Eksekutif), Didin Syafruddin, Din Wahid dan Dadi Darmadi (Peneliti Senior), Menteri Agama mengaku merasa diingatkan akan pentingnya melihat kembali bagaimana perkembangan proses dan pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah.
“Sebenarnya, lewat Ditjen Pendis pada masa Pak Amin Haedari, kami di Kemenag RI sempat menggagas perlunya lembaga yang secara spesifik me-review buku-buku Pendidikan Agama Islam yang diterbitkan. Namun, karena beberapa hal, hal itu tidak bisa berjalan dengan maksimal,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Agama berdialog dengan para peneliti PPIM terkait temuan lain mereka di lapangan, seperti masalah pendidikan agama dan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku sebagian siswa dan guru yang cenderung eksklusif, dan masih ditemukannya narasi yang mengadopsi pemikiran radikal di dalam buku PAI di sekolah. Padahal, seperti yang disampaikan Didin Syafruddin, misi Pendidikan Agama Islam di sekolah ada dua: misi keagamaan dan misi kebangsaan. Dalam diskusi itu, dibahas juga bagaimana sebaiknya pengelolaan pendidikan agama Islam di sekolah baik untuk status guru agama, pembuatan teks-teks buku dan lain-lain.
Dewasa ini, penyelesaian terhadap berbagai masalah sosial keagamaan dirasakan semakin penting. Demonstrasi yang dilakukan oleh umat Islam pada 4 November 2016 kemarin masih menyisakan sejumlah pertanyaan tentang apa dan bagaimana peran agama di ruang publik. Hal ini juga merupakan cerminan dari adanya masalah sosial keagamaan yang belum selesai. Pendidikan Agama Islam, sejatinya merupakan elemen penting bagi menumbuhkan pemahaman keagamaan dan kebangsaan yang lebih baik di masyarakat.