Dapatkan Segera Buku & Hasil Penelitian PPIM UIN Jakarta Download Sekarang

LSM dan Perguruan Tinggi Duduk Bersama Membahas Ekstremisme

Share this post

LSM dan Perguruan Tinggi Duduk Bersama Membahas Ekstremisme

Hampir dua dekade, serentetan peristiwa terorisme terjadi di berbagai belahan dunia. Berawal dari serangan teroris 11 September 2001 yang meluluhlantahkan menara kembar World Trade Center (WTC) US, menyusul kemudian insiden bom Bali di Indonesia pada 2002. Di tahun-tahun berikutnya terjadi ledakan di JW Marriot (2003), kedutaan Australia (2004), Rizt Carlton (2009), Masjid Mapolersta Cirebon (2011) dan penembekan di Thamrin (2016).  Rangkaian peristiwa tersebut lebih kurangnya menyisakan rasa pilu dan geram bagi kita. Indonesia yang ramah dan santun, kini menjadi lahan subur bagi serangkain keberutalan para teror. Hal yang paling menohok adalah aksi kebiadaban yang dilakukan kelompok Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) yang baru-baru ini menggemparkan dunia.

Dengan beragam peristiwa tersebut, aksi teror merupakan masalah yang serius yang harus segera ditangani. Salah satu upaya yang kerap dilakukan adalah deradikalisasi maupun disengagement.  Pada 22-24 Februari kemarin, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyelenggarakan workshop nasional capacity building dengan tema, “Jaringan Civil Society dan Perguruan Tinggi untuk Gerakan Counter Violence Extremism.” Acara ini dilaksanakan di Hotel Santika Premiere Bintaro, Tangerang Selatan dengan dihadiri sekitar 20 peserta dari berbagai daerah di Indonesia yang terdiri dari sejumlah LSM dan Perguruan Tinggi.

“Tujuan workshop ini diadakan karena kasus kekerasan yang berlatar belakang agama tak pernah selesai, seperti kasus Thamrin kemarin. Kita harus waspada pada kekerasan tersebut, maka dari itu kita duduk besama untuk mendiskusikannya dan membuat program bersama,” ungkap Jamhari Makruf, Dewan Penasehat PPIM UIN Jakarta, dalam pembukaannya.

Selama tiga hari, dalam workshop yang difasilitasi oleh Dadi Darmadi, Direktur Advokasi PPIM, para peserta berdiskusi secara serius untuk merumuskan bagaimana metode terbaik dalam meng-counter fenomena ekstremisme dan kekerasan. Seperti yang diungkapkan Yayah Khisbiyah, perwakilan dari Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisation (CDCC), “berangkat dari pengalaman saya, kita sebaiknya memulai isu Counter Violence Extremism (CVE) ini dengan tidak menggunakan istilah ekstremisme. Istilah ekstremisme ini, secara keseluruhan tidak produktif dalam menangani kasus kekerasan. Metode yang digunakan belum tepat. Kita mencoba menggunakan metode inklusif dengan menghargai the other. Kita selama ini terlalu main di level wacana, tidak fokus pada grass-root,” ujarnya. Senada dengan Yayah, Siswo Mulyartono, Peneliti pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina menawarkan metode disengagement, “PUSAD memiliki program yang memfokuskan pada deradikalisasi dengan menggunakan istilah disengagement, karena lebih terukur.” ungkapnya.

Dalam workshop ini para peserta merumuskan solusi untuk menangkal radikalisme. Fasilitator lainnya, Fuad Jabali, Peneliti senior PPIM UIN Jakarta, menegaskan bahwa,“yang harus kita lakukan adalah  menuliskan arah baru dalam isu CVE ini, apakah kita mampu membuat yang baru, suatu pendekatan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.” tandasnya.

Selama workshop, beragam gagasan bermunculan dari para peserta sebagai upaya mengcounter paham radikalisme kemudian dikristalkan dalam program riset, advokasi berupa public campaign. Hadir dalam acara tersebut Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Saiful Umam, Direktur Riset, Ismatu Ropi dan beberapa peneliti senior PPIM lainnya seperti Ali Munhanif, Oman Fathurrahman dan lain-lain. Saiful dalam sambutannya menegaskan, “Saya yakin, kita punya concern yang sama dalam tema ini. Maka, kita ingin membangun aliansi untuk bersama-sama mengurangi eskalasi radikalisme. Kita harus serius dalam menangani tema ini. Kita tidak bisa mengandalkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) saja, tapi kita harus mengambil peran sebagai civil society untuk terlibat dalam isu ini.” ungkapnya.

Harapan besar diadakannya workshop ini adalah semua pihak terlibat dalam mengcounter radikalisme baik dalam wacana maupun gerakan. Selama ini upaya yang dilakukan berjalan secara parsial. Maka, tindak lanjut dari musyawarah ini adalah menangkal paham radikalisme dengan menggunakan metode, strategi dan melihat masalah ini dari hulu hingga hilirnya.