itofficerppim-webadmin2020-11-01T15:10:18+07:00
Jakarta, PPIM – “Moderasi di Indonesia akan terus berkembang jika sudah tidak ada lagi perdebatan tentang konsep dasar negara dan tidak ada kasus korupsi,” ungkap profesor ilmu politik Toyo Eiwa University, Jepang. Pernyataan ini disampaikan Takeshi dalam Webinar Series #ModerasiBeragama bertema “Indonesianis Bicara Moderasi Beragama: Dari Indonesia untuk Dunia” yang diselenggarakan oleh PPIM UIN Jakarta melalui program Convey Indonesia, Jumat (17/7).
Terkait moderasi, Takeshi menyoroti posisi penting Indonesia di mata dunia. Penggagas program “Kunjungan Pimpinan Pesantren ke Jepang” ini menegaskan empat hal posisi penting Indonsia di mata dunia; sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, memiliki posisi strategis di Asia-Pasifik, multicultural, dan sebagai percontohan dunia.
Dalam pandangannya sebagai pengamat politik, Takeshi memaparkan tiga titik kritis yang dihadapi Indonesia sejak meraih kemerdekaan 1945. Pertama, penggunaan tujuh kata dalam Piagam Jakarta “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” yang menuai perdebatan. Kedua, pada masa Orde Lama dan Orde Baru yang gagal mendeklarasikan ‘bentuk negara’nya sehingga memicu perdebatan mengenai Pancasila. Ketiga, masa Reformasi yang ditandai era keterbukaan tapi penuh kekerasan, dicabutnya pancasila, dan mencuatnya kelompok-kelompok ekstrim.
Tidak berhenti di situ, lanjut Takeshi, masa kritis ini pun terus berlanjut hingga kini, diperparah dengan merebaknya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di berbagai aspek kehidupan. Kondisi yang mengundang reaksi ektrim ini tidak bisa terpecahkan begitu saja, perlu jalan tengah, salah satunya ‘konsep moderasi’.
“Saya kira moderasi itu penting, supaya ada opini lain atau jalan tengah untuk mayoritas dan minoritas”, ujar Takeshi.
Selain Takeshi, webinar yang dipimpin Team Leader Convey Indonesia Jamhari Makruf ini menghadirkan Indonesianis lainnya seperti Tim Lindsey dari University of Melbourne, Hyung-Jun Kim dari Kangwon National University, dan Eva Fachrunnisa dari Australian National University.
Penulis: Tati Rohayati
Editor: M. Nida Fadlan