Dapatkan Segera Buku & Hasil Penelitian PPIM UIN Jakarta Download Sekarang

Kemenko Polhukam Apresiasi Riset Tren Beragama di Medsos


Jakarta, PPIM – Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang diwakili oleh Dr. Pribadi Sutiono mengapresiasi temuan riset terbaru PPIM mengenai keberagamaan di media sosial. Asisten Deputi Koordinasi Kerjasama Asia, Pasifik, dan Afrika ini menyebut akan menggunakan temuan ini untuk mendukung kinerja pemerintah.

“Penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi para praktisi seperti saya dalam melihat tren keagamaan. Belum lagi penelitian ini berlangsung cukup lama dengan menggunakan metode-metode yang sangat komprehensif. Memang isu ini selalu menjadi perhatian kami di Kemenko Polhukam untuk melakukan suatu tindakan preventif dan bentuk antisipasi,” tutur Pribadi.

Apresiasi ini disampaikan dalam rilis hasil penelitian terbaru PPIM melalui program Media and Religious Trend in Indonesia (MERIT) bertajuk “Beragama di Dunia Maya: Media Sosial dan Pandangan Keagamaan di Indonesia”. Riset  ini dirilis oleh koordinator riset MERIT Iim Halimatusa’diyah, Ph.D dan data scientist Taufik Sutanto, Ph.D secara daring Senin (16/11).

“Penelitian ini mengkaji perkembangan pemahaman keagamaan di media sosial serta faktor dan konteks sosial serta politik yang mempengaruhinya. Paham keagamaan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi paham liberal, moderat, konservatif, islamis dan radikal (esktremis),” ungkap Iim.

Pribadi mengapresiasi penggunaan metode yang digunakan dalam penelitian ini dalam hal penggunaan Big Data. Ia menyebut penggunaan Big Data selaras dengan kajian penting yang selama ini digunakan oleh Kemenko Pulhukan untuk melakukan tindakan preventif terkait dengan stabilitas nasional.

Dalam kesempatan launching penelitian ini, Pribadi memberikan apresiasi, kritik, serta menyinggung beberapa isu yang berkembang di media sosial mulai dari isu radikal, isu gender, dan isu pendidikan. Pribadi juga memberikan rekomendasi yang mendukung hasil penelitian PPIM UIN Jakarta.

“Clustering itu terlalu rigid. Penggunaan kata liberalisasi, moderat, konservatif, islamis, dan radikal itu terlalu rigid.  Akibatnya dari hasil penelitian tidak bisa menemukan apa yang disebut dengan “radikal” itu tadi. Di sana mungkin bisa menggabungkan antara islamis-radikal atau cukup hanya pada konservatisme,” ujar Pribadi.

Isu jender juga menjadi bagian yang mengusik perhatian Pribadi Sutiono. Pribadi mengkonfirmasi hasil penelitian ini dengan hasil penelitian BNPT yang menemukan pelaku gerakan-gerakan radikal adalah perempuan. Menurut Pribadi Sutiono, penelitian ini sangat timely sekali. Tahun ini kita sedang memperingati 20 tahun UN Resolution 1325 PBB tentang Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan. Selain itu juga penelitian sangat berkaitan dengan UN Security 2243 mengenai radikalisme terutama dari sisi jendel.

Terkait dengan isu pendidikan, Pribadi mengingatkan belum adanya penelitian yang mengukur pengguna medsos dari sisi pendidikan. Tingkat pendidikan tentu akan menentukan sikap keagamaan seseorang dalam berinteraksi di media sosial.

“Kita tidak pernah mengukur pendidikan dari pengguna media sosial itu sendiri. Kenapa dengan seseorang yang berpendidikan tinggi atau orang yang kurang pendidikannya bisa terpengaruh? Apakah sistem pendidikan yang kurang atau berkuasanya medsos melebihi sistem pendidikan kita? Itu akan menjadi tolak ukur yang bermanfaat bagi kita,“ pungkas Pribadi.

Selain Pribadi, rilis penelitian ini turut menghadirkan pakar dan peneliti yang mengkaji agama dan media. Nama-nama seperti Prof. M. Adlin Sila (Kepala Pusat Litbang Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan, Kementerian Agama) dan Alila Pramiyanti, Ph.D (Dosen di Telkom University) juga turut serta hadir membahas hasil penelitian ini.

 

 

Penulis: Fahmi
Editor: M. Nida Fadlan