Jakarta, PPIM – “Ketika remaja, saya seringkali mendengarkan kakek melantunkan berbagai tembang wawacan dalam acara Bobotan, ritual syukuran hasil panen di Indramayu. Senandung wawacan itu hingga kini masih terngiang di telinga saya,” kenang Budayawan Indramayu, Tarka Sutarahardja.
Pria yang akrab disapa Ki Tarka ini menyebut lantunan tembang kakeknya inilah yang menggerakkan dirinya melestarikan manuskrip-manuskrip yang ada di kawasan Kabupaten Indramayu. Selama 25 tahun, Ki Tarka menyebut sudah 200 manuskrip Indramayu yang berhasil diselamatkannya melalui berbagai program.
“Salah satu upaya kami adalah pendirian Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung Cikedung, Indramayu,” ujar Ki Tarka dalam “Webinar Series on Indonesian Digitised Manuscripts” bertema “Digitalisasi, Mendampingi Masyarakat Merawat Manuskrip Nusantara” yang diselenggarakan oleh PPIM UIN Jakarta melalui program DREAMSEA dan kerja sama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), Rabu (16/12).
Melalui sanggar ini, Ki Tarka bekerja sama dengan beberapa lembaga dan program dalam penyelamatan naskah-naskah yang disimpan oleh masyarakat Indramayu, misalnya kerja sama dengan Balai Litbang Agama Jakarta, Puslitbang Lektur Kementerian Agama RI, Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), Perpustakaan Nasional RI, dan Pemerintah Kabupaten Indramayu.
“Pada tahun 2018, berkat PPIM dan Manassa melalui program DREAMSEA, kami bisa membantu 11 orang masyarakat yang menyimpan puluhan manuskrip untuk melestarikannya dengan cara didigitalkan,” ungkap Ki Tarka.
Bukan cara yang mudah bagi Ki Tarka mendapatkan kepercayaan mendampingi masyarakat dalam melestarikan peninggalan nenek moyang mereka itu. seringkali dirinya menemui para pemilik naskah dengan berbagai perilaku dan sikapnya yang unik. Dia harus menyesuaikan diri dengan keunikan karakter masing-masing pemilik manuskrip.
“Kuncinya adalah kita harus mengenal pemilik naskah, profesinya, kebiasaannya, dan orang di sekelilingnya. Dengan demikian, kita akan lebih mudah masuk untuk memberikan pemahaman bahwa naskah adalah warisan luhur nenek moyang yang harus dibaca, dilestarikan, dan diamalkan isinya.” ungkap Ki Tarka.
Selain menyelamatkan fisiknya, Ki Tarka juga mengajak kepada semua pihak untuk melestarikan tradisi pembacaan manuskrip di masyarakat.
“Dengan melestarikan tradisi pembacaan manuskrip, itu artinya manuskrip tersebut membawa manfaat nyata di tengah masyarakat. Di Indramayu ada tradisi Bujanggaan dan Bobotan yang membaca manuskrip Wawacan Yusup. Akhirnya, masyarakat berpartisipasi aktif melestarikan warisan budayanya sendiri.” pungkas Ki Tarka
Webinar Manuskrip Digital adalah diskusi bulanan yang disiarkan langsung melalui kanal Youtube “DREAMSEA Manuscripts”. Selain Ki Tarka, diskusi seri kedua yang dimoderatori oleh Muhammad Nida Fadlan (Data Manager DREAMSEA) ini dihadiri juga oleh Wiwin Indiarti, M,Hum (Pegiat Mocoan Lontar Yusup Milenial Banyuwangi) dan Dr. Pramono (Sekretaris Umum Manassa) sebagai narasumber.
Penulis: Abdullah Maulani
Editor: M. Nida Fadlan