Dapatkan Segera Buku & Hasil Penelitian PPIM UIN Jakarta Download Sekarang

Gempa di Nusantara, Begini Catatan Manuskrip Kuno


Jakarta, PPIM – Selama Januari 2021, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat setidaknya 52 kali gempa bumi besar yang mengguncang beberapa wilayah di Indonesia. Gempa bumi yang melanda Bengkulu, Lampung, Morowali (Sulawesi Tenggara) Gorontalo, Kupang (Nusa Tenggara Timur), Pacitan (Jawa Timur), dan Majene (Sulawesi Barat) ini tercatat telah merenggut ratusan korban jiwa.

Peneliti Senior PPIM, Oman Fathurahman, menyebut masyarakat Nusantara telah akrab dengan peristiwa alam gempa bumi. Guru Besar Filologi Islam UIN Jakarta ini mendasarkan pandangannya pada sejumlah rekaman yang tercatat dalam manuskrip kuno Nusantara.

“Dalam 200 tahun terakhir, intensitas gempa di Nusantara lebih banyak daripada di Jepang. Inilah yang mendorong nenek moyang kita menuliskannya dalam manuskrip-manuskrip kuno yang dapat kita jumpai hari ini. Dengan demikian, memori kolektif bangsa Indonesia terhadap gempa sudah terbentuk ratusan tahun silam,” ungkapnya dalam program Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara (Ngariksa) seri ke-37 bertema “Takwil Gempa Naskah Nusantara”, Jumat (29/1).

Oman menyebut, masyarakat Nusantara di masa silam mencatat peristiwa gempa bumi berdasarkan waktu terjadinya. Pada umumnya, mereka mencatatnya berdasarkan kalender hijriyah atau penanggalan Islam. Catatan-catatan tersebut juga seringkali dikaitkan dengan ramalan atau tafsiran yang memprediksikan akan terjadinya suatu peristiwa lain setelah gempa terjadi.

“Misalnya gempa–tsunami Aceh 26 Desember 2004 yang bertepatan dengan 14 Dzulqa’dah 1425 H dan terjadi pada pagi hari ditafsirkan akan membuat para pemimpin saling bertikai dan malapetaka akan melanda negeri itu berdasarkan manuskrip Takwil Gempa yang ditulis 200 tahun yang lalu,” ungkap Oman yang juga merupakan Principal Investigator Program DREAMSEA.

Tidak hanya gempa bumi, peristiwa likuifaksi seperti yang terjadi di Petobo, Sulawesi Tengah September 2019 yang lalu juga tercatat dalam manuskrip kuno Nusantara. “Peristiwa bergesernya suatu wilayah ke wilayah lain akibat adanya aktivitas tektonik juga tercatat dalam manuskrip koleksi Perpustakaan Nasional RI kode ML 464. Jika gempa terjadi pada bulan Muharram waktu asar, maka akan ada suatu daerah berpindah dari satu tempat ke tempat lain,” jelas Oman.

Munculnya tafsiran keagamaan terhadap peristiwa alam tidak dapat dilepaskan dari adanya interaksi penulis manuskrip dengan ulama baik di Nusantara maupun di Timur Tengah. Oman mencontohkan hal ini merujuk pada sebuah manuskrip yang telah didigitalisasi oleh program DREAMSEA koleksi Surau Simaung, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.

“Salah satu manuskrip yang menarik tentang gempa ini berjudul Takwil Gempa koleksi Surau Simaung, Sumatera Barat, dimana teks ini tertulis dalam bahasa Arab berdampingan dengan bahasa Melayu sebagai terjemahan. Hal ini menunjukkan bahwa penjelasan tentang gempa juga menjadi topik yang menarik di kalangan ulama Timur Tengah hingga pada abad ke-19,” ungkap Oman.

Oman juga mengajak masyarakat Indonesia untuk menjadikan catatan-catatan peristiwa alam dalam manuskrip sebagai pembelajaran. Melalui manuskrip, bencana alam seharusnya dapat diantisipasi dengan menciptakan sistem mitigasi yang optimal.

“Dengan demikian, ribuan korban jiwa dapat diselamatkan dan dampak destruktif gempa dapat diantisipasi dengan baik,” pungkas Oman.

 

Penulis: Abdullah Maulani
Editor: M. Nida Fadlan