Dapatkan Segera Buku & Hasil Penelitian PPIM UIN Jakarta Download Sekarang

PPIM Rilis Temuan Riset Moderasi Beragama di Universitas Islam


Jakarta, PPIM – Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta melalui program CONVEY Indonesia merilis penelitian teranyar sekaligus kegiatan capacity building bertajuk “Potret Moderasi Beragama di Kalangan Mahasiswa Muslim”. Rilis penelitian disampaikan secara daring oleh koordinator penelitian Dr. Arief Subhan dan Annas Jiwa Pratama, MSc sebagai peneliti, Kamis (25/2).

Kegiatan diseminasi ini menghadirkan Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas, sebagai keynote speaker dan sejumlah pembahas: Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE (Dewan Penasihat PPIM UIN Jakarta); Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA (Tenaga Ahli Utama, Kantor Staf Presiden RI); Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum (Ketua Pokja Moderasi Beragama); Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani, MA (Plt. Kepala Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI).

Arief mengungkapkan bahwa penelitian ini dilatarbelakangi tiga hal yang dapat dilihat dari peran dan sumbangsih PTKIN/IAIN dari masa Orde Baru hingga Reformasi yang nampaknya ada pergeseran dan tantangan baru.

“Pertama adanya pemahaman bahwa selama ini, perguruan tinggi Islam, selain Muhammadiyah dan NU, adalah salah satu pilar Islam moderat di Indonesia. Kedua, alumni IAIN telah terserap dalam kerangka berpikir yang tersimpul dalam ideologi pembangunan, atau modernisasi yang pada dekade 1980-an merupakan ideologi dominan. Ketiga, dalam satu dasawarsa terakhir, ditemukan hasil dari beberapa survei yang menunjukkan perguruan tinggi Islam memiliki kerentanan yang cukup kuat terhadap ideologi keagamaan yang bersifat radikal,” ungkap Arief.

Seturut itu, langkah strategis pemerintah dalam menerapkan ide moderasi beragama resmi dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 (Perpres No. 18/2020). Hal ini diteruskan  dengan regulasi berupa Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Nomor B- 3663.1/Dj.I/BA.02/10/2019 tertanggal 29 Oktober 2019 tentang Rumah Moderasi Beragama), yang meminta kepada seluruh Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) untuk mendirikan dan menyelenggarakan Rumah Moderasi Beragama sebagai ruang penyemaian, edukasi, pendampingan, dan penguatan gerakan moderasi beragama di lingkungan kampus.

Dalam konteks ini, Arief menambahkan terkait bagaimana moderasi beragama menjadi ketahanan atau daya lenting bagi persoalan kebangsaan dari gempuran ideologi Islamis yang akhir-akhir ini ramai.

“Ingin menemukan bukti empirik bahwa moderasi beragama, yang memiliki indikator seperti toleransi, anti kekerasan, dan komitmen kebangsaan memang bisa menjadi faktor resiliensi terhadap ide-ide keberagamaan yang keras, atau bahkan lebih jauh ekstremisme berkekerasan,” paparnya

Annas menambahkan, penelitian berfokus pada tiga hal utama yang merupakan satu rangkaian kegiatan.

“Kegiatan ini ingin mengungkap tiga hal yaitu, gambaran moderasi beragama di lingkungan PTKIN, bentuk capacity building yang dibutuhkan PTKIN dalam meningkatkan moderasi beragama, dan sejauh mana capacity building yang dilakukan efektif dalam meningkatkan moderasi beragama di PTKIN,” terangnya.

Annas menambahkan bahwa penelitian ini menggunakan dua pendekatan sekaligus.

“Penelitian ini menggunakan pendekatan mix method dengan sampel dari tiga PTKIN paling terkemuka di Indonesia (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, dan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta). Studi kuantitatif dilakukan dalam bentuk survei yang melihat indikator moderasi beragama—komitmen kebangsaan, toleransi, dan sikap anti-kekerasan sebagai faktor resiliensi terhadap opini pro-ekstremisme-kekerasan. Studi kualitatif dilaksanakan dengan focus group discussion terkait pemaknaan moderasi beragama dalam program, strategi dan regulasi ketiga kampus target,” jelas peneliti PPIM ini.

 

Potret Moderasi Beragama di Tiga UIN

Penelitian ini menemukan bahwa banyak faktor dari moderasi beragama yang berhubungan dengan opini pro-ekstremisme-kekerasan, yang dalam kata lain berarti faktor-faktor tersebut merupakan faktor resiliensi terhadap ideologi pro-ekstremisme-kekerasan. Singkatnya, sebagian aspek moderasi beragama yang memang sudah berkembang di lingkungan PTKIN bisa dianggap telah berhasil memberikan semacam imunitas paham kekerasan bagi warga PTKIN.

Menurut Annas, faktor empati merupakan aspek penting yang dilihat dalam penelitian ini.

“ Beberapa faktor yang relatif rentan dan dapat lebih dikuatkan, yaitu faktor empati terhadap penganut agama lain (empati eksternal), dalam bentuk skor kemampuan pengambilan perspektif yang relatif rendah, dan empati terhadap aliran lain di dalam Islam (empati internal), dengan skor penolakan terhadap penganut aliran lain di dalam Islam masih relatif tinggi. Kedua faktor ini adalah operasionalisasi dari toleransi,” ujarnya.

Selain itu, Annas menambahkan terkait temuan yang berbasis pada data kualitatif.

“Ide moderasi sebagai kebijakan relative baru, melalui studi kualitatif ditemukan bahwa sudah ada usaha dari tiga PTKIN ini dalam mempromosikan moderasi beragama dalam hal pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat, budaya organisasi dan kegiatan kemahasiswaan,” imbuhnya

 

SAPA-SALAM-RANGKUL sebagai Strategi Penguatan Moderasi Beragama

Meski disebutkan sudah terdapat beberapa usaha yang telah dilakukan, tetap diperlukan panduan/modul pedoman dalam menjamin keberlanjutan dan keadekuatan promosi moderasi beragama disertai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi yang terstruktur dalam mainstreaming moderasi beragama di PTKIN. Selain itu, perlunya penguatan struktur kelembagaan Rumah/Institusi Moderasi Beragama agar lebih leluasa dalam mengatur kegiatan dan anggaran untuk memastikan promosi moderasi beragama di PTKI berjalan.

Menurut Arief, rangkaian kegiatan ini tidak berhenti pada penelitian. Akan tetapi dilanjutkan dengan training sebagai upaya memperkuat institusi Rumah Moderasi Beragama.

“ Kegiatan ini juga tidak hanya berhenti pada penelitian. Tetapi, juga pelaksanaan capacity building. Kegiatan ini menghasilkan rekomendasi protokol yang disebut dengan Sapa-Salam-Rangkul. Sapa-Salam-Rangkul adalah protokol yang berisi rekomendasi kegiatan yang bisa dilakukan PTKIN untuk meningkatkan moderasi beragama, baik pada tataran preventif, promotif, serta kuratif-rehabilitatif,” papar Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta ini.

Arief menegaskan, upaya penguatan kebijakan, penelitian ini merekonendasikan langkah-strategis untuk pemangku kebijakan dan dapat memperkuat kebijakan yang sudah ada.

Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama RI, dalam sambutannya secara daring menegaskan ihwal penguatan moderasi beragama.

“Berdasarkan survei internal yang dilakukan Kementerian Agama pada 14 lembaga pendidikan agama, ditemukan moderasi beragama yang dipraktikkan masih bersifat pasif. Kementerian Agama memiliki kepentingan agar moderasi beragama terus dipelihara bahkan meningkat, sebagai bagian dari ikhtiar mempertahankan keutuhan bangsa.

Klik di sini untuk mendapatkan temuan lengkap penelitian ini.
Executive Summary Moderasi Beragama
Potret Moderasi Beragama PPT

Penulis: Muhammad Akhyar
Editor: Abdallah