Dapatkan Segera Buku & Hasil Penelitian PPIM UIN Jakarta Download Sekarang

Mun’im Sirry: Ungkap Fenomena Intoleransi dan Radikalisme pada SIswa dan Mahasiswa


Jakarta – PPIM. Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah kembali menggelar PPIM Seminar Seri ke-44. Berbeda dengan seri sebelumnya, seri kali ini, PPIM UIN Jakarta menghadirkan tokoh kenamaan Mun’im Sirry untuk membedah buku terbarunya ‘Pendidikan dan Radikalisme: Data dan Teori Memahami Intoleransi Beragama di Indonesia’ pada Jumat, (21/7).

Kehadiran Sirry di PPIM, cukup menarik antusias peserta hingga memenuhi ruang seminar. Bahkan peserta rela berdiri hanya untuk turut menyaksikan paparan temuan dari risetnya Sirry. Antusias juga terlihat di kanal Youtube PPIM, yang banyak menyaksikan secara daring.

Pada pemaparannya, pria kelahiran Madura tersebut menjelaskan bahwa buku yang merupakan hasil proyek institusinya di University of Notre Dame, AS, menghadirkan diskusi teoritik mengenai fenomena intoleransi dan radikalisme di sekolah tingkat menengah atas dan beberapa perguruan tinggi di Indonesia.

Sirry menggunakan grounded theory sebagai sebuah pendekatan untuk memancing teori-teori baru dari hasil temuan risetnya. Salah satunya, Sirry memunculkan teori “toleransi setengah hati” yang memotret keterbukaan para siswa dan mahasiswa terhadap toleransi—apa pun definisinya, namun di sisi lain, mereka sepakat bahwa toleransi tetap memiliki batas.

“Mereka, siswa maupun mahasiswa sepakat bahwa toleransi itu penting untuk menciptakan hidup rukun, namun ketika ditanya apakah toleransi ada batasnya, mereka menjawab iya, seperti selain Muslim tidak boleh mejadi pemimpin atau hal yang menyangkut akidah tidak boleh toleran,” ungkap dosen University of Notre Dame itu.

Lebih lanjut, buku Sirry juga secara detail mendiskusikan alasan di balik orang menjadi intoleran atau radikal serta watak perilaku radikalisme itu sendiri. Salah satu yang menarik perhatian dari buku tersebut adalah mengapa ada anak muda yang bisa langsung radikal, padahal pergaulan mereka sebelumnya sangat bebas dan terbuka. Sirry mengungkapkan fenomena seperti itu dapat didekati dengan teori konversi.

“Mengapa orang bisa radikal in the first place? Teori konversi membantu saya memahami fenomena ini,” ujar Sirry.

Berdasarkan temuan Sirry, hanya sedikit orang yang menjadi intoleran atau radikal karena dorongan pemahaman keagamaan, melainkan banyak yang hanya ikut teman atau karena pengalaman traumatik.

“Pada riset ini, saya menemukan banyak anak muda yang menjadi intoleran atau radikal karena pengalaman traumatik, seperti putus cinta atau merasa terisolasi dari pertemanan. Kemudian, mereka diajak teman, dan intens pada kegiatan di kelompok-kelompok pengajian.”

Namun, Sirry lebih jauh mengungkapkan juga, bahwa tidak sedikit dari mereka yang “tidak tahan” menjadi radikal. Karena setelah masuk, mereka menyadari bahwa menjadi radikal itu sulit. Harus rutin ikut kegiatan pengajian, harus membaca berbagai bacaan yang ditentukan, termasuk juga harus ada training khusus.

Kehati-hatian memahami fenonema intoleran dan radikal ini juga membawa kita pada keberagaman karakter radikalisme itu sendiri. Menurut Sirry, fenomena semacam itu dapat dikategorikan sebagai reluctant radical/shadow radical atau radikal yang tidak sungguh-sungguh.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta Didin Syafruddin hadir sebagai penanggap, dan mengomentari bahwa kajian Sirry bersifat school setting.

 “Banyak riset yang dilakukan PPIM sejak 2017 hingga 2020 mengenai objek kajian dalam buku ini, seperti mengenai pengetahuan yang terbatas, pengalaman hidup dalam kemajemukan, dan intensivitas terhadap sumber-sumber online yang menjadikan orang bisa toleransi maupun tidak toleran. Buku ini memperkaya perdebatan teoritiknya,” ungkap Didin.

Diskusi buku dihadiri oleh banyak peserta dari berbagai wilayah dan berlangsung dengan kaya kajian teoritik.  Seperti yang disebutkan oleh moderator Haula Noor, “Karena buku ini merupakan hasil kesajarnaan, kejelasan tentang metodologi tidak ditinggalkan dalam buku, sehingga kita bisa melihat multi-layer permasalahan dengan tepat.”

 

SB/TR