Dapatkan Segera Buku & Hasil Penelitian PPIM UIN Jakarta Download Sekarang

Workshop & Pemetaan Potensi Manuskrip Asia Tenggara


Kuala Lumpur, PPIM – Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta melalui program Dreamsea (Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia) bekerja sama dengan Akademi Pengajian Melayu, Universiti Melaya, melaksanakan workshop pemetaan potensi manuskrip Asia Tenggara, di Kuala Lumpur, Malaysia pada Rabu (29/11).

Kegiatan tersebut bertujuan menyebarluaskan hasil temuan Dreamsea dari tahun 2017 hingga 2022 kepada para akademisi, individu, maupun kelompok yang bergelut dalam pelestarian naskah-naskah Asia Tenggara. Kegiatan ini juga diharapkan menjadi media untuk menyelidiki potensi keberadaan koleksi naskah yang terancam punah, dengan perhatian khusus pada wilayah daratan Asia Tenggara.

Dalam sambutannya, Dekan Akademi Pengajian Melayu, Madya Dr. Sabzali Musa Kahn berharap kerja sama antara PPIM UIN Jakarta dengan Akademi Pengajian Melayu ini dapat terus berlanjut.

(Prof Madya Dr Sabzali Musa Kahn memberikan sambutan sekaligus membuka acara)

Workshop diawali dengan pemaparan dari pembicara kunci dari Principal Investigator Dreamsea, Oman Fathurahman. “Naskah Asia Tenggara dalam kondisi menghawatirkan, kritis, dan terancam punah. Oleh karenanya, Dreamsea hadir sebagai salah satu upaya penyelamatan naskah di Asia Tenggara dengan alih media digital,” ungkap Guru Besar Filologi UIN Jakarta itu.

Oman juga mengulas secara ringkas mengenai program utama Dreamsea kepada para peserta workshop dan mengulas mengenai misi digitalisasi terakhir Dreamsea yang saat ini sedang berlangsung, yaitu di Banda Aceh dan Selangor, Malaysia. Pada akhir paparannya, Oman menghimbau kepada para peserta mengenai pentingnya melakukan kolaborasi bersama dalam melakukan pengkajian atas naskah-naskah Asia Tenggara yang telah didigitalkan oleh Dreamsea untuk persebaran pengetahuan bagi masyarakat luas.

(Prof Oman Fathurahman menyampaikan keynote speech pada kegiatan internasional workshop)

Acara selanjutnya yaitu sharing session yang dimoderatori oleh Akhmad bin Mansur dari Akademi Pengajian Melayu, Universiti Malaya, dengan dua pembicara, yaitu Pramono sebagai Academic Expert of Malay Manuscripts dan Khamvone Boulyaphonh sebagai Director and Researcher of Buddhist Archives of Luang Prabang, Laos. Mereka berbicara mengenai pengalaman dan tantangan digitalisasi manuskrip di Asia Tenggara. 

Pramono mengulas persebaran manuskrip yang telah didigitalkan oleh tim Padang pada program Dreamsea. Ia juga berbicara mengenai dampak digitalisasi manuskrip di Sumatera Barat yaitu membuka peluang terhadap masuknya potensi-potensi pengembangan kawasan sekitar, terbangunnya ekosistem pernaskahan, dan pemerintah daerah mengembangkan cultural heritage wilayah setempat. Hal ini menyebabkan pemilik naskah memberikan akses yang cukup bagi para peneliti dan Pemerintah Daerah Sumatera Barat sehingga mereka memfasilitasi konservasi fisik manuskrip. 

Sedangkan Khamvone mengawali sharing session-nya dengan memperlihatkan video dokumentasi dalam mendigitalkan manuskrip. Ia menceritakan pengalamannya selama melakukan digitalisasi manuskrip di program Dreamsea. Sebagai expert, ia melakukan upaya yang cukup menantang dalam mendekati setiap pemilik naskah, baik naskah yang dimiliki oleh perorangan maupun koleksi lembaga. Ia juga menekankan perlu adanya kehati-hatian dan treatment pendekatan berbeda dalam mendekati pemilik naskah di Luang Prabang, Laos. Tidak kalah penting yaitu adanya tim yang solid, berkomitmen dalam menjalankan kerja-kerja digitalisasi yang membutuhkan ketelitian dan ketelatenan yang tinggi. 

(Sesi sharing session oleh Dr. Khamvone dan Dr. Pramono)

Pada kesempatan yang sama, tim Dreamsea juga mengadakan demo proses digitalisasi naskah dan cara menggunakan repositori Dreamsea. Abdullah Maulani selaku Data Manager Dreamsea dibantu oleh Surya Salfika salah satu tim digitalisasi memimpin demo tersebut. Kegiatan tersebut ditutup dengan adanya pemetaan potensi manuskrip di Asia Tenggara. Pemetaan manuskrip dipandu oleh Pramono. Para pemilik naskah yang hadir dalam kesempatan ini adalah Wan Dasuki, Agus Safrani, Hasnul, Masykur, dan Ustadz Muzakki. Mereka mengharapkan Dreamsea bisa terus berlanjut sehingga dapat memberikan edukasi dan penyadaran bagi para kolektor naskah. Seperti di Malaysia misalnya, masih diperlukan upaya penjajakan dan pendekatan kepada masing-masing pemilik atau kolektor naskah di Malaysia. 

Mereka juga mengatakan bahwa di Indonesia masih banyak naskah yang belum terjangkau seperti di Sambas, Pontianak, Ketapang, Kalimantan Barat dan Aceh. “Terdapat 9 lokasi dalam pemetaan 2 bulan terakhir ini. Jika Dreamsea berlanjut, masih ada naskah sekitar 90-an bundel naskah lainnya, sedangkan yang saat ini sedang difoto hanya 75 bundel naskah,” ujar Masykur salah satu pemilik naskah di Museum Pedir Aceh. 

(Sesi Foto Bersama pihak PPIM, Pemilik Naskah dengan Pihak Akademi Pengajian Melayu)

Sebagai penyedia database manuskrip digital, Dreamsea berharap koleksi manuskrip digitalnya dapat diakses oleh khalayak yang lebih luas dan bermanfaat bagi kemajuan penelitian dan keilmuan pada masa mendatang. Oleh karena itu, selain untuk mengenalkan koleksi manuskrip digital Dreamsea, seminar ini diharapkan juga dapat menggali dan menemukan potensi kajian dan pemanfaatan manuskrip digital di Asia Tenggara, khususnya bagi integrasi keilmuan di Indonesia.

 

Penulis: Fadli Husnurrahman

Editor: Tati Rohayati