Bayangkan masa depan di mana lingkungan telah rusak parah. Udara yang kita hirup penuh polusi, air yang kita minum tercemar, dan tanah yang kita pijak gersang. Bencana alam terjadi semakin sering dan dahsyat, merenggut nyawa dan harta benda.
Analogi ini tidak terlalu jauh dari kenyataan yang kita hadapi saat ini. Perubahan iklim telah menyebabkan berbagai dampak negatif bagi lingkungan, termasuk meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana alam, perubahan pola cuaca, dan kenaikan permukaan laut.
Kota-kota di dunia, termasuk kota-kota di Indonesia, merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain karena kepadatan penduduk yang tinggi, infrastruktur yang belum memadai, serta kemiskinan dan ketimpangan.
Kota Jakarta merupakan salah satu contoh kota yang paling rentan terhadap bencana di Indonesia. Kota ini memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, infrastruktur yang belum memadai, dan tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi.
Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta merupakan kota dengan jumlah bencana alam terbanyak di Indonesia. Pada tahun 2023, Jakarta mengalami 15 bencana alam, termasuk banjir, longsor, dan angin kencang.
Ziauddin Sardar, seorang cendekiawan Muslim terkemuka, dalam Muslim Societies in Postnormal Times (2019) mengkaji tantangan serius yang dihadapi kota-kota Muslim akibat perubahan iklim. Sardar menekankan pentingnya peran agama dalam menghadapi krisis iklim.
Selain Jakarta, Sardar juga menyebut kota Muslim lain seperti Kairo, Mesir; serta Karachi, Pakistan. Secara umum, kata Sardar, sejumlah kota Muslim ini menghadapi masalah yang disebabkan kerusakan lingkungan serta masalah akibat kepadatan penduduk.
Ia juga menyinggung tentang tantangan pemerintah Mesir dalam menyediakan infrastruktur dan layanan dasar bagi penduduk yang terus bertambah. Sementara di Karachi, penduduknya dihadapkan pada persoalan keterbatasan air bersih dan sanitasi, serta Jakarta yang bergumul dengan dengan kemacetan lalu lintas dan banjir.
Sardar berpendapat bahwa agama Islam memiliki kerangka etika-lingkungan yang kaya, seperti konsep “khalifah” dan “amanah”, yang dapat menjadi pondasi bagi pengembangan strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang sesuai dengan konteks kota-kota Muslim.
Untuk menghadapi tantangan perubahan iklim, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta. Beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain:
- Reducing emissions
Upaya pengurangan emisi gas rumah kaca merupakan hal yang paling penting untuk dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan kebijakan energi bersih, konservasi energi, dan transportasi berkelanjutan.
- Adapting to the impacts
Selain pengurangan emisi, kota-kota juga perlu beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim yang sudah terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun infrastruktur yang tahan terhadap bencana alam, mengembangkan sistem peringatan dini, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan perubahan iklim.
Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta berkolaborasi dengan Kedutaan Belanda turut terlibat dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan perubahan iklim. PPIM UIN Jakarta membentuk proyek Religious Environmentalism Actions (REACT) dalam meneliti dan mengkampanyekan isu lingkungan-keagamaan dan membantu mengatasi persoalan perubahan iklim. Proyek ini bertujuan untuk memahami lebih dalam tentang potensi agama untuk menggerakkan aksi nyata dalam mengatasi perubahan iklim.
Perubahan iklim merupakan ancaman serius bagi umat manusia. Oleh karena itu, kita semua perlu mengambil tindakan nyata untuk menangkal perubahan iklim.
Mari kita mulai dengan mengubah gaya hidup kita sehari-hari. Kita dapat mengurangi konsumsi energi dan sumber daya, menggunakan energi terbarukan, mengurangi limbah, dan meningkatkan kesadaran kita akan pentingnya lingkungan.
Kita juga dapat mendorong pemerintah dan swasta untuk mengambil langkah-langkah nyata untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Bersama-sama, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi kita semua.