Indonesia, negara kepulauan yang indah dihadapkan dengan dua ancaman besar: krisis iklim dan radikalisme. Sekilas, kedua hal ini tampak tidak terkait. Tapi, tahukah kamu bahwa kirisis iklim, yang memicu bencana alam, bisa memperkuat radikalisme di Indonesia?
Bagaimana bisa?
- Bencana Alam Memperparah Kemiskinan dan Pengangguran
Perubahan iklim menyebabkan kekeringan, banjir, dan tanah longsor yang semakin sering dan parah. Bencana ini merusak rumah, ladang, dan mata pencaharian masyarakat. Akibatnya, banyak orang menjadi miskin dan kehilangan pekerjaan.
Menurut Adam Latif dalam Harvard International Reivew, ‘Climate Change and Radicalization: A Case Study of Indonesia’, kondisi ini menjadi lahan subur bagi kelompok radikal untuk merekrut anggota baru. Mereka menawarkan bantuan dan solusi kepada masyarakat yang frustrasi dan marah dengan pemerintah.
Baca Juga: Kota-kota Muslim di Ujung Tanduk Perubahan Iklim
- Bencana Alam Melemahkan Pemerintah
Bencana alam juga dapat melemahkan kemampuan pemerintah untuk melindungi rakyatnya. Pemerintah harus fokus pada pemulihan pasca bencana, sehingga penegakan hukum dan pemberantasan radikalisme menjadi terhambat.
Kelompok radikal memanfaatkan situasi ini untuk memperkuat pengaruhnya di masyarakat.
- Bencana Alam Meningkatkan Ketidakpuasan terhadap Pemerintah
Masyarakat yang terkena dampak bencana alam seringkali merasa tidak puas dengan respon pemerintah. Mereka merasa pemerintah tidak berbuat cukup untuk membantu mereka.
Ketidakpuasan ini dapat memicu radikalisme, karena masyarakat mencari alternatif solusi dari kelompok radikal.
Dalam salah satu pernyataannya, The UN Global Counter-Terrorism Strategy memberikan catatan penting bahwa violent extremism cenderung berkembang subur dalam negara-negara yang ditandai sebagai poor governance atau tata kelola pemerintahan yang buruk, negara yang mengalami defisit demokrasi, korupsi, berkembangnya budaya pembiaran (impunity) terhadap pelanggaran hukum oleh negara dan aparatnya.
Baca Juga: Apakah Pendidikan Agama dan Perubahan Iklim Penting?
Berdasarkan riset Convey PPIM UIN Jakarta, pada tahun 2019, hanya 33.54% persen responden guru dan dosen yang menganggap kondisinya bagus, sedangkan sisanya 66, 46% berpandangan ekonomi nasional kurang dan tidak bagus. Kondisi ini perlu dijadikan sebagai perhatian oleh pemerintah.
Masih kata Adam Latif, pada tahun 1997-1998, Indonesia mengalami kekeringan parah akibat El Niño. Kekeringan ini menyebabkan krisis pangan dan ekonomi, yang kemudian memicu protes massal dan kejatuhan rezim Suharto.
Kondisi chaos ini dimanfaatkan oleh kelompok radikal seperti Jemaah Islamiyah untuk memperkuat pengaruhnya di Indonesia.
Perubahan iklim dan bencana alam bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah keamanan. Kita harus mengatasi perubahan iklim dan bencana alam untuk mencegah radikalisme berkembang di Indonesia. (if)
Sumber:
- https://ppim.uinjkt.ac.id/wp-content/uploads/2020/11/1.1-Gen-Z-Kegalauan-Identitas-Keagamaan.pdf