Jakarta – Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta) merilis hasil survei nasional REACT (Religious Environmentalism Actions) tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku Muslim Indonesia terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Survei ini mewawancarai 3,397 responden berusia 15 tahun ke atas dari seluruh provinsi di Indonesia.
Dua Wajah Agama
Salah satu temuan menarik dari survei ini adalah dualitas peran agama dalam membentuk pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap lingkungan. Di satu sisi, nilai-nilai ajaran agama yang konservatif berperan dalam membentuk pandangan bahwa manusia adalah penguasa yang bisa melakukan apa saja terhadap alam demi kepentingan mereka. Nilai ajaran agama yang konservatif juga berperan dalam membentuk perilaku individu yang cenderung kurang ramah terhadap lingkungan, baik dalam gaya hidup individu maupun aktivisme lingkungan di ruang publik.
Survei ini juga mengungkapkan dilema pandangan masyarakat Muslim di Indonesia dalam mengedepankan persoalan lingkungan atau kepentingan ekonomi. Meskipun banyak Muslim yang tahu dan yakin akan terjadinya perubahan iklim, serta dampak negatif dari aktivitas ekonomi seperti pertambangan, sebagian besar orang Islam ternyata, misalnya, masih melihat usaha tambang sebagai peluang ekonomi yang penting.
“Temuan ini menunjukkan sikap umat yang mendua. Di satu sisi, banyak yang setuju kalau kerusakan lingkungan itu disebabkan oleh aktivitas ekonomi seperti tambang, tetapi di sisi lain masyarakat Muslim di Indonesia cenderung setuju pesantren atau ormas memiliki bisnis tambang untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi,” jelas Iim Halimatusa’diyah, Koordinator Survei Nasional REACT – PPIM UIN Jakarta pada Peluncuran Survei Nasional REACT di Ashley Wahid Hasyim, Jakarta, Rabu 24 Juli 2024.
Namun, Iim merespon temuan di atas melalui dua pertanyaan penting untuk didiskusikan. “Pertama, adakah tambang yang ramah lingkungan? Lalu kedua, apakah pesantren atau ormas bisa mengelola tambang yang ramah lingkungan sekaligus mensejahterakan umat?,” ujar Iim. Fakta ini menunjukkan, betapa dilematisnya persoalan ramah lingkungan dan kepentingan ekonomi.
Green Islam Masih Elitis?
Sementara itu, temuan survei ini juga menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat Muslim terkait gerakan dan isu lingkungan yang berlandaskan nilai-nilai Islam, atau biasa disebut Green Islam, masih sangat minim.
Meskipun telah banyak inisiatif gerakan Green Islam, masyarakat Muslim di Indonesia secara umum masih banyak yang tidak tahu, tidak setuju dan tidak mempraktikkan nilai-nilai yang mencerminkan semangat Green Islam. Hal ini, misalnya, terlihat dari tingginya persentase individu yang tidak mengetahui istilah-istilah kunci seperti eco-pesantren, fiqih penanggulangan sampah, atau fatwa MUI terkait isu lingkungan.
Green Islam dan perilaku ramah lingkungan juga masih terkonsentrasi di kelompok elite, terutama mereka yang berpendidikan dan berpenghasilan yang lebih tinggi. Selain itu, perilaku ramah lingkungan yang banyak dipraktikkan masyarakat Muslim adalah perilaku yang memberikan insentif ekonomi bagi individu, seperti menghemat air dan listrik.
Tawaran Rekomendasi
Menurut Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Didin Syafruddin, survei ini merupakan bagian dari kolaborasi PPIM dengan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Jakarta melalui Program REACT. Program ini bertujuan untuk memberdayakan pemimpin agama, aktivis lingkungan berbasis keagamaan, serta memberikan wadah bagi para pemangku kebijakan untuk saling berbagi pengalaman dan pembelajaran menjaga bumi dari ancaman kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.
“Kami berharap program ini dapat menjadi langkah nyata menuju Indonesia hijau dan berkelanjutan. Kami juga berharap upaya ini dapat menginspirasi munculnya aksi kolaboratif serupa di bidang lainnya,” tukas Didin Syafruddin.
Lebih lanjut, Manajer Program REACT, Saiful Umam menegaskan, survei ini adalah bagian dari upaya PPIM UIN Jakarta untuk mengkaji dan mengatasi tantangan lingkungan.
“Survei ini diharapkan dapat melahirkan pendekatan praktis dan aplikatif untuk mendukung gerakan kepedulian lingkungan yang inklusif dan berkelanjutan, dengan melihat realita dalam masyarakat Muslim terkini,” kata Saiful.
Dari hasil survei tersebut, PPIM menawarkan beberapa rekomendasi bagi pihak-pihak terkait. Pertama, pentingnya peran tokoh dan organisasi keagamaan dalam merespons isu lingkungan dengan tidak mengesampingkan pelestarian lingkungan demi kepentingan ekonomi.
Kedua, karena perilaku ramah lingkungan masih terkonsentrasi di kalangan kelas sosial ekonomi menengah ke atas, dan perilaku ramah lingkungan yang banyak dipraktikkan Muslim adalah perilaku yang memiliki implikasi ekonomi, maka penting untuk menginisiasi kebijakan perilaku ramah lingkungan yang mudah dipahami oleh publik sekaligus dapat memberikan insentif ekonomi.
Peluncuran Survei Nasional REACT dihadiri oleh sejumlah pembicara, termasuk Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla, Direktur Eksekutif Muhammadiyah Climate Center Agus Djamil, Aktivis Lingkungan Hening Parlan, serta Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas Amich Alhumami. Selain para pemerhati lingkungan, perwakilan dari Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, Maresa Oosterman, juga akan turut hadir dalam kegiatan ini.
Untuk mengakses temuan lengkap mengenai penelitian ini, silahkan klik link berikut:
Ringkasan Eksekutif
PPT Launching – Iim Halimatusa’diyah