Dapatkan Segera Buku & Hasil Penelitian PPIM UIN Jakarta Download Sekarang

Launching Survei PPIM-REACT, Ulil Abshar Memotret Dua Pandangan Green Islam


Jakarta (24/07) – Pada Launching Survei Nasional Religion Environmentalism Action (REACT), Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) menjelaskan dua penafsiran tentang Green Islam. Menurut dia, umat Muslim Indonesia perlu secara cermat memahami Green Islam sebagai “habitat kecil” atau small habitat (al-bi’ah al-sughra) dan “habitat besar” atau big habitat (al-bi’ah al-kubra).

Ulil menyatakan tidak mempersoalkan bila umat Muslim turut terlibat dalam aktivisme lingkungan al-bi’ah al-sughra. “Pada level ini, saya tidak punya keberatan apa pun. Seperti yang ditujukan survei PPIM, umat Muslim memang harus terlibat pada persoalan sampah, polusi, hancurnya biodiversitas, sampai isu kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh industri ekstraktif,” ujar dia.

Sementara, Ulil mengingatkan umat Muslim Indonesia untuk hati-hati terlibat dalam isu lingkungan pada kategori al-bi’ah al-kubra. Ulil mencontohkan al-bi’ah al-kubra sebagai perdebatan global isu lingkungan, terutama isu perubahan iklim, seperti yang terjadi di belahan Amerika bagian utara.

“Kita harus kritis terhadap diskursus isu lingkungan pada level al-bi’ah al-kubra jika tidak menginginkan Islam pada posisi pinggiran atau periferal dan hanya justifikasi untuk isu lingkungan. Karena isu lingkungan pada level ini seringkali menimbulkan polarisasi, seperti yang terjadi pada negara-negara di Amerika bagian utara, di Amerika Serikat, Kanada, atau juga Australia, yang bisa menyebabkan target-target emisi yang disepakati di Paris Agreement mundur,” jelas Ulil.

Arah ke Depan Green Islam

Untuk terlibat pada persoalan lingkungan, Ulil menyerukan agar umat Muslim Indonesia terlibat pada aktivisme lingkungan di tingkatan al-bi’ah al-sughra. “Saya kira arah ke depan yang tepat bagi Green Islam di Indonesia perlu pada tingkatan al-bi’ah al-sughra karena itu mutaffaq alaih atau disepakati semua pihak,” ujar Ulil.

Menurut dia, sebagai organisasi, PBNU bahkan dapat mendukung aktivisme lingkungan Muslim pada tingkatan al-bi’ah al-sughra, seperti terlibat dalam penyelesaian masalah sampah, polusi, kehancuran biodiversitas, hingga kerusakan lingkungan karena industri ekstraktif. Dengan pemahaman ini, Ulil menjelaskan umat Muslim dapat mendekati persoalan lingkungan dengan fikih, bukan ideologi.

Ulil mengapresiasi survei PPIM UIN Jakarta melalui program REACT. “Saya mengapresiasi survei PPIM karena membuat kita memiliki sandaran terhadap gambaran masyarakat Muslim Indonesia terhadap permasalahan lingkungan,” ungkap Ulil.

Survei nasional REACT-PPIM UIN Jakarta memotret pengetahuan, sikap, dan perilaku Muslim Indonesia terhadap lingkungan dan perubahan iklim kepada 3,397 responden berusia 15 tahun ke atas dari seluruh provinsi di Indonesia. Terdapat beberapa pertemuan survei PPIM-REACT, di antaranya dualitas peran agama dalam membentuk pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap lingkungan, minimnya pengetahuan masyarakat Muslim Indonesia tehradap Green Islam, dan perilaku ramah lingkungan yang banyak dipraktikkan masyarakat Muslim adalah perilaku yang memberikan insentif ekonomi bagi individu, seperti menghemat air dan listrik (SB).