Dapatkan Segera Buku & Hasil Penelitian PPIM UIN Jakarta Download Sekarang

Perjuangan Melawan Ketidakadilan Iklim


Tangerang Selatan, (19/8)—Kemerdekaan tidak pernah diberikan begitu saja oleh penindas; kemerdekaan harus diperjuangkan oleh kaum tertindas. Martin Luther King Jr. (1963) mengungkapkan hal ini dengan tegas dalam surat terbukanya yang ditulis dari penjara Birmingham, yang menggerakkan ribuan orang untuk memperjuangkan hak-hak sipil mereka di Amerika Serikat. 

Pernyataan tersebut masih relevan bagi generasi muda Indonesia di tengah krisis iklim dan lingkungan. Generasi yang menanggung beban berlipat dari ketidakadilan iklim ini perlu bersatu untuk meluruskan arah kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan lingkungan. 

Generasi milenial (1981-1996), generasi Z (1997-2012), dan generasi Alpha (2013- ) adalah korban dari praktik-praktik merusak lingkungan yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Sayangnya, mereka juga bertanggung jawab untuk menekan emisi karbon hingga berkali-kali lipat. Seperti pendahulu kita yang berjuang untuk bebas dari penindasan penjajah, generasi muda juga harus berjuang untuk bebas dari ketidakadilan iklim.

Baca Juga: Tentang Muslim, Tambang, dan Survei

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ben Caldecott dari Universitas Oxford pada tahun 2019 menyoroti ketidakadilan iklim yang dihadapi generasi muda. Studi ini menunjukkan bahwa generasi yang lahir setelah tahun 2017 memiliki ‘anggaran karbon’ per individu yang jauh lebih terbatas dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Artinya, anak-anak yang lahir di era ini hanya diperbolehkan menghasilkan emisi karbon jauh lebih sedikit sepanjang hidup mereka jika kita ingin mencapai target pemanasan global 1.5°C.

Meskipun dibebani tanggung jawab sejarah, generasi muda, khususnya generasi Z, masih memiliki kesadaran ramah lingkungan yang rendah. Pusat Pengkajian Islam Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta dalam Survei Nasional Green Islam 2024 menemukan bahwa pandangan generasi Z Indonesia masih cenderung menganggap alam sebagai objek pemenuhan kebutuhan manusia (antroposentris).

Paparan informasi serta aktivisme lingkungan generasi muda di dunia maya dipandang belum cukup. Pemengaruh di media sosial, misalnya, hanya berpengaruh pada perilaku ramah lingkungan skala kecil. Sementara yang paling signifikan, menurut Survei Nasional Green Islam, adalah teman. Teman berpengaruh membentuk perilaku ramah lingkungan pada milenial dan generasi Z dalam skala kecil maupun besar.

Baca Juga: Aksi Nyata Bersama Pemuka Agama: Menangkis Krisis Iklim

Ketidakadilan iklim yang menimpa generasi muda memang tidak bisa dihindari. Namun, untuk memperbaikinya agar bebannya tidak semakin berlipat ganda, tindakan harus diambil sekarang. Merdeka atau tidak selamanya.

Penulis: Irfan Farhani
Editor: Dadi Darmadi