Dapatkan Segera Buku & Hasil Penelitian PPIM UIN Jakarta Download Sekarang

Laudato Si’ : Surat Terbuka Paus Fransiskus untuk Aksi Iklim Segera dan Terpadu

​Sumber: Kementerian Luar Negeri

Tangerang Selatan (11/9)—Bertepatan dengan lawatan Paus Fransiskus, Indonsia menjadi tuan rumah International Sustainability Forum (ISF) 2024 pada 5-6 September. Forum ini diproyeksikan akan menghasilkan komitmen aksi iklim dari berbagai negara yang hadir.

Sebagai bentuk dukungan simbolis terhadap gerakan keberlanjutan, Paus Fransiskus menyiram pohon bakau yang dibawa oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, saat Paus mengunjungi Gereja Katedral Jakarta pada Kamis, 5 September 2024.

Namun, dukungan Paus tidak hanya bersifat simbolis. Ia dikenal sebagai pemimpin global yang sangat vokal mengenai isu lingkungan, sebagaimana tercermin dalam ensikliknya yang terkenal, Laudato Si’. Apa isi Laudato Si’, dan bagaimana visi teologis Paus mendorong aksi segera dan terpadu untuk pemulihan lingkungan?

Untuk mengetahui lebih dalam, simak wawancara eksklusif Reporter Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Romo Yohanes Wahyu Prasetyo pada tahun 2022.

Baca Juga: Memaknai Kunjungan Grand Syekh Al-Azhar di Indonesia

Apa itu Laudato Si, apa saja isi dan ajarannya, dan apa latar belakang Paus Fransiskus menulis ensiklik tersebut?

Laudato Si diterjemahkan secara harfiah bermakna ‘’Terpujilah Engkau.’’ Paus Fransiskus menulis Laudato Si sesuai dengan realitas yang dihadapi manusia. Saat ini kita semua sedang menghadapi krisis lingkungan dan ekologi. Berangkat dari fenomena bencana alam, perubahan iklim, dan pemanasan global, Paus Fransiskus menyerukan kepada umat manusia untuk menjaga rumah kita bersama atau Our Common Home. 

Laudato Si merupakan ajaran sosial Agama Katolik yang sangat komprehensif pendekatannya dan menyapa bukan hanya umat Katolik tetapi juga umat agama lain. Laudato Si ini menjawab persoalan zaman, yaitu persoalan ekologi yang sangat urgent.

Sebagai sebuah ensiklik yang dikeluarkan oleh otoritas tertinggi umat Katolik, Laudato Si mempunyai pengaruh yang luas. Ensiklik ini dikeluarkan pada 18 Juni 2015 dan menjadi sebuah gebrakan dalam ajaran sosial Katolik. 

Ensiklik Laudato Si memuat 172 catatan kaki yang dikutip dari gagasan Yohanes Paulus II, Benediktus XVI, dan Bartolomeus I (Patriark Gereja Ortodoks Timur). Selain itu, lebih dari sepuluh persen kutipan diambil dari berbagai macam dokumen konferensi para uskup, khususnya dari belahan bumi selatan. Paus Fransiskus juga mengutip gagasan Thomas Aquinas, Ali al-Khawas (Sufi abad IX), Pierre Teilhard de Chardin, dan Romani Guardini. Oleh karena itu, berdasarkan berbagai macam kutipan tersebut, Paus Fransiskus menyampaikan sejumlah persoalan yang dirasakan Gereja.

Laudato Si memiliki bahasa yang inklusif, jadi semua kalangan bisa mencernanya dengan baik. Ensiklik ini ditujukkan untuk masyarakat luas yang memiliki niat baik untuk merawat bumi dan menjaga lingkungan. Gereja Katolik memiliki tugas untuk mengewenjatahkan pendidikan ekologis, untuk itu persoalan lingkungan harus diangkat dalam tataran global maupun nasional.

Baca Juga: Hasil Survei Nasional PPIM UIN Jakarta dan Respons Ormas Keagamaan terhadap Bisnis Tambang

Dalam ensiklik Laudato Si terdapat istilah ‘’Pertobatan Ekologis.’’ Apa yang dimaksud dengan pertobatan ekologis? dan mengapa Paus Fransiskus menganjurkan umat manusia untuk melakukannya? 

Bicara tentang pertobatan, artinya beralih dari kesalahan menuju kebaikan, atau dari masa lalu ke masa yang baru, sehingga pertobatan bisa juga disebut memperbarui. Manusia yang tidak menghargai lingkungan itu berdosa. Merusak lingkungan termasuk dalam kategori dosa, yang dinamakan dengan dosa ekologis. Untuk menghapus dosa tersebut, diperlukan untuk melakukan pertobatan ekologis. 

Kerusakan lingkungan dan eksploitasi alam secara berlebih yang disebabkan oleh manusia termasuk dosa ekologis, karena membuat bumi menjadi tidak terawat. Dalam ajaran Laudato Si umat manusia dianjurkan untuk menebus kesalahan dan dosa tersebut dengan melakukan aksi peduli lingkungan, berkomitmen tidak merusak alam, menjaga hutan dari penebangan liar, dan kegiatan merawat alam lainnya. Hal yang demikian bisa disebut dengan istilah pertobatan ekologis. 

Mengapa Agama Katolik peduli dengan isu lingkungan? 

Karena visi utama Gereja Katolik, yaitu berupaya menciptakan kebaikan bersama dan salah satu menghidupkan kebaikan bersama  adalah dengan menjaga lingkungan. Untuk itu ajaran terkait dengan ekologi menjadi sangat penting. 

Gereja Katolik juga menjunjung tinggi solidaritas. Bukan hanya sesama manusia, tetapi juga dengan alam, jadi solidaritas keberpihakan juga kepada non manusia. Alasan yang lebih teologis dan spiritual terdapat dalam kitab kejadian, dikatakan bahwa ‘’Allah menciptakan segala sesuatu baik adanya dan manusia ditempatkan di taman Eden memiliki tugas untuk memelihara, mengelola, dan merawatnya.’’ 

Kemudian mandat tersebut dipelihara oleh Gereja Katolik untuk memberikan kontribusi terhadap dunia. Gereja Katolik berusaha menyerukan tindakan preventif terhadap masalah lingkungan. Selain itu, Gereja Katolik juga mengikuti permasalahan yang kontekstual salah satunya adalah isu lingkungan. 

Dalam Alkitab apa saja pesan Yesus terhadap umat manusia untuk menjaga lingkungan? 

Ada sejumlah teks yang sangat relevan misalnya dalam Injil Yohanes bab 17 ayat 21. “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam kita.’’ Doa tersebut merupakan dasar iman, di mana setiap pribadi membawa anugerah interioritas, karena Allah hadir pada setiap pribadi.

Ayat tersebut menjelaskan, manusia merupakan citra Allah. Kebersatuan manusia dengan Allah ini diharapkan juga mampu menjadi teladan mempersatukan manusia dengan alam. Maksudnya adalah bahwa manusia dengan alam tidak bisa terpisah untuk itu harus saling menjaga. 

Pesan lainnya terdapat dalam  (Kej 1:28), “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.’’

Ayat tersebut sering disalahpahami karena memuat kata-kata seperti penuhilah, taklukanlah, atau berkuasalah. Maksud kata-kata tersebut bukanlah seruan Yesus untuk menguasai bumi untuk dieksploitasi, melainkan dimaksudkan untuk menjaga dan merawat. Gereja Katolik sendiri sangat menentang eksploitasi alam secara berlebihan. 

Sebagai Agamawan Katolik pesan apa yang Anda ingin sampaikan kepada umat manusia untuk menjaga lingkungan? 

Ada tiga hal yang ingin saya sampaikan. Pertama, manusia dalam perspektif ajaran Gereja Katolik diciptakan sebagai citra Allah. Sebagai citra Allah sudah selayaknya manusia mirip dengan Allah. Mirip dalam hal berpikir, merasa, berbicara, melihat, dan mendengar. Kemiripan ini salah satunya harus diaktualkan dengan baik, karena sebagai wakil Allah di dunia, manusia harus berlaku secara adil baik kepada Allah itu sendiri, kepada manusia maupun kepada alam.

Kedua, penting untuk menjunjung tinggi perdamaian. Artinya kita harus menjalin relasi yang harmonis dengan alam. Relasi yang harmonis akan mudah dilakukan jika hati, pikiran, dan perkataan kita damai. Ketiga, kita semua harus menyadari bahwa bumi adalah rumah kita bersama. Maka tanggung jawab memelihara bumi adalah tanggung jawab bersama.