Dapatkan Segera Buku & Hasil Penelitian PPIM UIN Jakarta Download Sekarang

Ketimpangan Krisis Iklim dan Harapan di COP29

Krisis iklim di negara berkembang

Tangerang Selatan (20/11) —Krisis iklim semakin memperburuk kondisi kehidupan di seluruh dunia. Namun, dampaknya tidak dirasakan secara merata. Negara-negara berkembang dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah adalah yang paling rentan. Mereka sering kali menghadapi bencana alam, kekurangan air, dan kerawanan pangan. Hal ini diperburuk dengan minimnya akses terhadap infrastruktur, teknologi, dan pendanaan untuk adaptasi iklim.

Menurut penelitian Oxfam pada 2019, 10% orang terkaya di dunia menyumbang 52% dari total emisi karbon global, sementara 50% populasi termiskin hanya menyumbang 7%. Ketimpangan ini bukan hanya terlihat dalam kontribusi terhadap perubahan iklim, tetapi juga dalam kemampuan untuk melindungi diri dari dampaknya. Kelompok kaya memiliki akses lebih besar terhadap teknologi dan infrastruktur adaptasi, seperti sistem pendingin udara, asuransi bencana, atau relokasi ke wilayah yang lebih aman.

COP29: Agenda Ketimpangan Krisis Iklim

Di COP29 yang berlangsung dari 11 hingga 22 November 2024 di Baku, Azerbaijan, ketimpangan ini menjadi isu utama. Dengan tema In Solidarity for a Green World, COP29 berfokus pada penguatan solidaritas antarnegara dalam menghadapi krisis iklim. Salah satu topik utama yang dibahas adalah pendanaan adaptasi iklim untuk negara-negara berkembang. Sayangnya, hingga saat ini, dana yang terkumpul baru mencapai 660 juta dollar AS, jauh dari target yang dibutuhkan.

Baca Juga: Krisis Iklim: Tanggung Jawab Bersama untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

Peran Indonesia dalam Menghadapi Krisis Iklim

Indonesia, sebagai negara yang berisiko tinggi terhadap perubahan iklim, memiliki tanggung jawab besar dalam agenda global ini. Negara ini telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% secara mandiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Komitmen ini bertujuan untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin dirasakan, baik di tingkat global maupun lokal.

Selain itu, Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan forum COP29 untuk mendorong negara-negara maju memenuhi komitmen mereka terhadap pendanaan adaptasi dan pengembangan energi terbarukan. Pengembangan energi terbarukan menjadi kunci untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menurunkan emisi karbon.

Keterlibatan Masyarakat dalam Menghadapi Krisis Iklim

Selain kebijakan pemerintah, keterlibatan masyarakat sangat penting dalam mengatasi krisis iklim. Edukasi publik mengenai perubahan iklim, pengelolaan sampah, dan efisiensi energi perlu terus diperkuat. Masyarakat yang lebih sadar akan dampak perubahan iklim dan lebih aktif dalam solusi krisis ini akan memperkuat upaya negara.

Dengan demikian, Indonesia tidak hanya berkontribusi di tingkat global, tetapi juga melindungi masyarakat dari risiko yang lebih besar akibat perubahan iklim. Keterlibatan semua pihak—baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat—akan menjadi kunci dalam mencapai tujuan keberlanjutan dan keadilan sosial di masa depan.

Harapan dari COP29

Menjelang COP29, dunia berharap negara-negara dapat mengesampingkan perbedaan dan bersatu dalam melawan krisis iklim. Hanya dengan langkah konkret dan tanggung jawab bersama, kita dapat menuju masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan. Melalui kolaborasi global dan kebijakan yang inklusif, krisis iklim dapat diatasi dengan lebih efektif, dan generasi mendatang dapat menikmati dunia yang lebih aman dan hijau.