Siapkah Generasi Beta Menghadapi Krisis Iklim?
Perubahan iklim bukanlah isu yang jauh dari keseharian kita. Dampaknya sudah nyata dan semakin hari semakin mengkhawatirkan. Namun, di antara semua generasi, ada satu kelompok yang akan merasakan dampaknya secara lebih signifikan: Generasi Beta. Mereka adalah generasi yang lahir dan tumbuh di era di mana krisis iklim bukan lagi sekedar ancaman, melainkan realitas yang harus dihadapi.
Mewarisi Beban: Masa Depan yang Tak Menentu
Generasi Beta, mereka yang lahir pasca Generasi Alpha (sekitar tahun 2025 dan seterusnya), akan mewarisi bumi dengan kondisi lingkungan yang semakin memburuk. Kenaikan suhu global, cuaca ekstrem, kenaikan permukaan air laut, dan hilangnya keanekaragaman hayati hanya sebagian kecil dari tantangan yang akan mereka hadapi. Dunia yang mereka tinggali akan jauh berbeda dengan dunia yang kita kenal saat ini. Bayangkan, mereka harus beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang drastis, kelangkaan sumber daya, dan mungkin saja konflik sosial yang dipicu oleh perebutan sumber daya alam yang semakin menipis. Mereka adalah generasi yang akan hidup di tengah-tengah krisis iklim yang semakin tak terkendali.
Baca Juga: Menghormati Alam Seperti Kita Menghormati Ibu
Ilusi Pengkotak-kotakan Generasi
Seringkali, kita terjebak dalam pengelompokan generasi seperti Gen Z, Millennial, atau Boomers. Pengelompokan ini sebenarnya lebih merupakan konstruksi sosial dan pemasaran daripada kategori ilmiah yang valid. Tidak ada bukti ilmiah yang kuat yang menunjukkan perbedaan mendasar dalam cara berpikir atau berperilaku antar generasi. Faktanya, pembagian generasi lebih sering mengarah pada stereotip dan generalisasi yang tidak akurat, bahkan bisa disebut pseudosains.
Namun, perlu dicatat bahwa tantangan yang dihadapi setiap generasi, khususnya terkait perubahan iklim, adalah nyata. Meskipun pengelompokan generasinya mungkin tidak ilmiah, kenyataan bahwa generasi mendatang akan berhadapan dengan masalah perubahan iklim yang lebih berat itu tak terbantahkan. Mereka akan menghadapi konsekuensi dari keputusan dan tindakan yang diambil oleh generasi-generasi sebelumnya.
Pandangan dan Sikap Pro Lingkungan Pada Generasi
Terlepas dari perdebatan mengenai pengelompokan generasi, penting untuk melihat bagaimana pandangan dan sikap terhadap lingkungan berkembang di kalangan masyarakat. Survei Nasional yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta pada tahun 2024 mengungkapkan data menarik terkait hal ini.
Meskipun kepedulian terhadap lingkungan ditemukan di semua kelompok umur, generasi muda, khususnya Gen Z dan Millenial, cenderung lebih aktif dalam menyuarakan isu-isu lingkungan dan terlibat dalam berbagai gerakan pelestarian lingkungan. Mereka lebih vokal dalam menuntut aksi nyata dari pemerintah dan korporasi. Data-data ini memberikan harapan. Kesadaran dan perilaku pro-lingkungan yang baik, terlepas dari pengelompokan generasi, adalah modal penting untuk menghadapi krisis iklim.
Baca Juga: Kenapa Masih Ada Orang Tidak Percaya Krisis Iklim? Menyingkap Fenomena Climate Denial
Melampaui Sekat Generasi: Fokus pada Solusi
Daripada terjebak dalam perdebatan dan stereotip antar generasi, kita perlu fokus pada solusi nyata untuk mengatasi krisis iklim. Perdebatan tentang siapa yang paling bertanggung jawab atau siapa yang paling terdampak hanya akan membuang-buang waktu berharga.
Generasi Beta memang akan menghadapi tantangan yang lebih berat, namun bukan berarti generasi sebelumnya bebas dari tanggung jawab. Justru, kita yang hidup saat ini memiliki tanggung jawab moral untuk bertindak sekarang, demi masa depan yang lebih baik bagi generasi Beta dan generasi-generasi yang akan datang.
Kesimpulannya, jangan sampai perbedaan atau stereotip generasi mengaburkan fokus kita pada penanganan krisis iklim. Ini adalah tanggung jawab bersama. Kita semua, tanpa terkecuali, harus beraksi sekarang. Masa depan bumi dan generasi penerus bergantung pada apa yang kita lakukan hari ini.