Bappenas: Mengoptimalkan Peran Pesantren dalam Pelestarian Lingkungan untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Jakarta, 19 Februari 2025 – Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Amich Alhumami menekankan, peran pesantren dalam pelestarian lingkungan yang semakin relevan di tengah tantangan perubahan iklim dan degradasi ekosistem. Pernyataan ini ia sampaikan dalam peluncuran hasil temuan riset “Pesantren Ramah Lingkungan: Tumbuh atau Tumbang?” pada hari Rabu, 19 Februari 2025 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta.
Ia menegaskan bahwa optimalisasi peran pesantren menjadi langkah strategis dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). “Pesantren memiliki posisi unik dalam menanamkan nilai-nilai kepedulian lingkungan berbasis agama dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya. Namun, ia juga menyoroti tantangan internal dalam Kementerian Agama terkait otorisasi pesantren. “Jika otoritas pesantren disamakan dengan pendidikan formal, maka suasana kebathinan khas pesantren bisa hilang,” jelasnya. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pendekatan yang lebih fleksibel agar pesantren dapat lebih optimal dalam mengembangkan program lingkungan yang sesuai dengan nilai-nilai keagamaannya.
Baca Juga: Studi PPIM UIN Jakarta Ungkap Kunci Keberhasilan Pesantren Ramah Lingkungan di Indonesia
Amich juga mengapresiasi Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memperluas cakupan risetnya ke isu lingkungan. “Biasanya PPIM fokus pada isu pluralisme, tetapi kini merambah ke isu lingkungan. Ini adalah langkah maju dalam diskursus akademik kita,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa pesantren telah lama berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan. Pesantren Pabelan misalnya pada tahun 1980 meraih Aga Khan Award berkat inovasinya dalam bidang lingkungan. “Ini menunjukkan bahwa pesantren bukan pendatang baru dalam isu keberlanjutan. Yang perlu kita dorong adalah bagaimana literasi lingkungan semakin meluas di kalangan pesantren,” tuturnya.
Amich menekankan bahwa dalam menghadapi tantangan lingkungan, sinergi dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci. “Pendekatan multidisipliner sangat penting. Tidak cukup hanya berbicara dari sudut pandang agama saja, tetapi juga melibatkan sains, teknologi, dan kebijakan publik,” paparnya. Menurutnya, memahami dan mengatasi krisis lingkungan memerlukan perluasan pengetahuan lintas bidang. Ia juga menekankan ancaman “triple planetary crisis,” yakni perubahan iklim, hilangnya biodiversitas, dan polusi, yang dampaknya kini semakin nyata. “Kita tidak bisa lagi mengelak dari realitas ini. Krisis lingkungan adalah masalah kita bersama, dan pesantren memiliki peran penting dalam menumbuhkan kesadaran kolektif serta aksi nyata,” tutupnya.
Baca Juga: Riri Khariroh, NU Care LAZISNU: Problem Lingkungan Terbesar di Pesantren adalah Sampah
Acara ini juga dihadiri oleh narasumber lain seperti Prof. Dr. Muhadjir Effendy Ketua PP Muhammadiyah/Menko PMK 2019 – 2024; Dandhy Dwi Laksono Co Founder Watchdoc, dan Riri Khariroh, M.A Pengurus Bidang Pemberdayaan Masyarakat, NU Care LAZISNU, dan juga akademisi, peneliti, serta perwakilan organisasi yang bergerak dalam isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Penulis: Aptiani Nur Jannah
Penyunting: Dadi Darmadi