Muhadjir Effendy: Kemandirian Ekonomi Pesantren dan Pelestarian Lingkungan
Jakarta, 19 Februari 2025—Gerakan lingkungan berbasis keagamaan, atau yang dikenal sebagai environmentalisme religius, semakin mendapat perhatian seiring dengan memburuknya kondisi lingkungan global. Dalam Islam, konsep ini tercermin dalam gerakan Green Islam, baik di tingkat internasional maupun nasional.
Di Indonesia, pesantren memainkan peran strategis dalam isu lingkungan, mengingat posisinya yang kuat dalam dunia pendidikan dan pengaruhnya yang luas di masyarakat. Beberapa pesantren bahkan telah menjadi pelopor gerakan lingkungan sejak tahun 1970-an dan terus mengembangkan program ramah lingkungan hingga saat ini. Namun, tidak semua pesantren mampu mempertahankan program-program tersebut dalam jangka panjang.
Baca Juga: Pesantren sebagai Basis Kampanye Lingkungan: Dandhy Laksono Soroti Perubahan dan Tantangan
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: Mengapa ada pesantren ramah lingkungan yang mampu bertahan, sementara yang lain justru melemah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) melakukan penelitian mendalam mengenai pesantren ramah lingkungan dan mempublikasikan hasilnya dalam forum diskusi bertajuk “Pesantren Ramah Lingkungan: Tumbuh atau Tumbang?”, yang diselenggarakan di Jakarta pada 19 Februari 2025. Diskusi ini dihadiri oleh berbagai organisasi masyarakat sipil, aktivis lingkungan, serta perwakilan dari NGO dan lembaga pemerintah, dengan harapan dapat mendorong kesadaran lebih luas terhadap isu lingkungan.
Pesantren Ramah Lingkungan
Salah satu narasumber dalam diskusi ini, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, memberikan apresiasi terhadap penelitian yang dilakukan. Menurutnya, pesantren memiliki potensi besar untuk menjadi institusi ramah lingkungan, karena konsep dakwah dan pemberdayaan yang diterapkan oleh pesantren sejatinya mencakup aspek pelestarian lingkungan sebagai bagian dari nilai-nilai keislaman.
Kemandirian Ekonomi Pesantren dan Pelestarian Lingkungan
Muhadjir Effendy menyoroti bahwa pesantren selalu berupaya membangun kemandirian ekonomi, namun sering kali fokus hanya pada penguatan ekonomi internal pesantren. Banyak pesantren yang mengelola kebutuhan sehari-hari secara mandiri—seperti penyediaan makanan santri dan toko kebutuhan dasar—tanpa melibatkan masyarakat sekitar. Akibatnya, pesantren semakin berjarak dari komunitas sekitarnya dan kehilangan potensi untuk menjadi motor penggerak ekonomi lokal yang berkelanjutan.
Baca Juga: Riri Khariroh, NU Care LAZISNU: Problem Lingkungan Terbesar di Pesantren adalah Sampah
Untuk itu, perlu ada strategi agar pesantren tidak hanya berfokus pada ekonomi internal, tetapi juga memperkuat keterhubungan dengan masyarakat luar, termasuk dalam isu lingkungan.
Pendidikan Lingkungan di Pesantren
Menanggapi hasil penelitian, Muhadjir Effendy menekankan pentingnya internalisasi kesadaran lingkungan di kalangan santri dan pengelola pesantren. Menurutnya, inisiatif lingkungan di pesantren tidak selalu muncul dari internal institusi, tetapi sering kali merupakan hasil dari intervensi eksternal. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana menjadikan kesadaran lingkungan sebagai nilai yang melekat dalam kehidupan pesantren secara berkelanjutan.
Pemetaan Strategis untuk Pesantren
Dalam forum tersebut, Muhadjir Effendy mengusulkan beberapa strategi untuk memperkuat peran pesantren dalam pelestarian lingkungan:
- Integrasi Madrasah Diniyah dengan Ekstrakurikuler Sekolah; Dengan demikian, dana bantuan pendidikan dapat dialokasikan untuk mendukung program ramah lingkungan di pesantren.
- Peninjauan UU Otonomi Daerah; Regulasi yang mengatur urusan agama sebagai wilayah konkuren perlu diperkuat agar pesantren dapat lebih mudah menjalin kerja sama strategis dengan dinas-dinas daerah.
- Kolaborasi Lintas Sektor; Kerja sama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Agama dapat memperkuat program lingkungan di pesantren.
- Akses Pendanaan Alternatif; Pesantren dapat memanfaatkan pendanaan dari lembaga seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengingat banyak pesantren berada di wilayah rentan bencana. Hal ini memungkinkan pesantren berperan sebagai pusat mitigasi bencana sekaligus agen penghijauan di daerah sekitarnya.
Dengan pendekatan yang lebih strategis, pesantren tidak hanya dapat bertahan sebagai lembaga pendidikan berbasis keislaman, tetapi juga menjadi motor penggerak dalam pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat secara lebih luas. []
Penulis: Adam Ronald
Penyunting: Dadi Darmadi