Jakarta, 11 Juni 2025 — Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memaparkan temuan terbaru terkait program Pesantren Ramah Anak dalam forum diseminasi nasional yang digelar secara daring, Rabu, 11 Juni 2025. Acara ini diikuti 645 peserta dari berbagai wilayah, termasuk pengelola pesantren, pejabat Kementerian Agama, dan tim peneliti.
Program ini merupakan bagian dari kebijakan lintas kementerian yang digagas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kementerian Agama, serta didukung Bappenas. Tujuannya, membangun ekosistem pendidikan pesantren yang lebih aman dan inklusif bagi anak. Temuan PPIM memotret secara khusus potensi kerentanan dan ketahanan pesantren dari kekerasan sesksual.
Potret Tantangan di Pesantren
Riset dilakukan PPIM selama dua tahun dalam dua tahap. Pada 2023, PPIM melakukan survei kuantitatif mencakup 90 pesantren di 34 provinsi dengan 1.738 responden dari kalangan santri dan guru. Setahun kemudian, PPIM melakukan pendalaman melalui riset kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap 170 informan dari 17 pesantren dan 12 lembaga di 13 provinsi.
Dalam paparan riset, dua peneliti utama, Windy Triana dan Haula Noor, menyampaikan sejumlah tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan prinsip ramah anak di lingkungan pesantren. Mulai dari minimnya pemahaman soal kekerasan seksual dan kesehatan reproduksi, keterbatasan fasilitas, hingga lemahnya sistem pelaporan dan perlindungan anak.
Meski demikian, mereka mencatat bahwa peran aktif kiai, nyai, dan pengasuh pesantren menjadi kunci dalam mengubah pola pengasuhan. Partisipasi santri, dukungan regulasi lokal, serta komitmen kelembagaan ikut memperkuat praktik baik di lapangan.
Sinergi Kebijakan dan Perluasan Dampak
Dalam sesi kebijakan, Dr. Yusi Damayanti, pejabat Direktorat Pesantren Kementerian Agama, menegaskan pentingnya kolaborasi antarpemangku kepentingan. “Kita butuh sinergi antara negara dan pesantren untuk membangun sistem perlindungan anak yang berbasis nilai-nilai Islam moderat dan terbuka,” ujarnya.
Forum ini juga menjadi ajang tukar pengalaman antarpraktisi dan peneliti. Diskusi mengerucut pada sejumlah kendala teknis dan kultural, termasuk resistensi terhadap isu sensitif seperti pendidikan seksualitas dan pola komunikasi antargenerasi.
PPIM UIN Jakarta berharap kegiatan ini dapat menjadi pengungkit perluasan program Pesantren Ramah Anak ke lebih banyak wilayah. Dengan pendekatan berbasis data dan kajian akademik, PPIM menyatakan komitmennya untuk terus mendampingi pesantren dalam menciptakan ruang aman dan mendidik bagi anak.