Habib Husein Ja’far: Merusak Alam Sama dengan Merusak Ayat Tuhan
Jakarta (23/08) — Alam semesta dalam pandangan Islam bukan sekadar ciptaan Tuhan, melainkan bagian dari tanda-tanda keberadaan-Nya. Hal ini disampaikan oleh content creator keislaman, Habib Husein Ja’far Al Hadar, dalam sesi Eco-Talk REACT Day 2025 yang digelar oleh PPIM UIN Jakarta di Taman Ismail Marzuki.
Habib Husein menekankan, isu lingkungan tidak bisa dilepaskan dari dimensi teologis dan spiritual. Ia mengurai empat pendekatan ekologi dalam Islam, mulai dari ayat-ayat Al-Qur’an hingga praktik Nabi Muhammad SAW.
Baca Juga: Romo Budi: Atasi Krisis Iklim dengan Kepemimpinan Eko-Teologis Antaragama
“Pertama, dalam Surah Ar-Rum ayat 41 dijelaskan bahwa kerusakan di darat dan laut akibat ulah manusia. Ini seharusnya menjadi bahan renungan: bahwa alam bukan objek eksploitasi untuk ego manusia,” katanya.
Ia menyebut pendekatan kedua, ekosufistik, yang mengajarkan bahwa alam bukan benda mati, tetapi memiliki ruh dan kehendak.
“Dalam Islam, seluruh makhluk — termasuk benda — bertasbih kepada Tuhan. Nabi Muhammad SAW bahkan memberi nama kepada cangkir di rumahnya. Ini penghormatan terhadap segala ciptaan,” ujar Habib Husein.
Lebih jauh, ia menjelaskan konsep ketiga, ekoteologi, yakni melihat alam sebagai manifestasi keberadaan Tuhan.
“Merusak lingkungan berarti merusak ayat-ayat Tuhan yang nyata, bukan hanya yang tertulis di kitab suci,” tegasnya.
Ia juga mendorong lahirnya pendekatan keempat, eko-jurisprudensi dalam hukum Islam. Menurutnya, perlindungan lingkungan (hifzhul bi’ah) perlu dimasukkan ke dalam maqasid syariah atau tujuan-tujuan hukum Islam.
Baca Juga: REACT Day 2025: Sinergi Kaum Muda, Agama, dan Negara Mendorong Aksi Nyata untuk Keadilan Ekologis
“Kalau sudah masuk maqasid, maka hukum-hukum fikih akan punya arah yang lebih progresif. Misalnya soal tambang, bisa dibuat fatwa berdasarkan visi perlindungan lingkungan. Saat ini ada lima maqasid. Isu lingkungan dapat menjadi maqasid keenam,” ujarnya.
Tak kalah penting, ia menyoroti pentingnya pendekatan eko-pedagogi, yakni penyadaran ekologis melalui ruang-ruang dakwah, seperti khutbah Jumat. Ia mengusulkan agar satu khutbah setiap bulan diisi tema lingkungan.
“Para pendakwah agama punya peran besar. Kalau mereka bicara soal alam, dampaknya luar biasa,” katanya.
Habib Husein mengingatkan, kisah Nabi Adam yang memetik satu buah di surga sudah cukup menjadi pelajaran. “Kalau Nabi Adam saja satu buah jadi urusan besar, apalagi yang menebang hutan secara ilegal,” pungkasnya.
Acara turut menghadirkan sejumlah tokoh nasional dan internasional, antara lain Wakil Menteri Hak Asasi Manusia RI Mugiyanto Sipin, Wakil Koordinator Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Yustinus Prastowo, Kepala Pusat Kebijakan Strategis Kementerian Kehutanan RI Muh. Ahdiyar Syahrony, serta Duta Besar Belanda untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste Marc Gerritsen.
Antusiasme tinggi terasa sepanjang acara, di mana ratusan peserta yang didominasi oleh Gen Z dan anak muda Jakarta tampak memadati setiap sudut area festival. Mereka menunjukkan energi dan semangat yang luar biasa, berpartisipasi aktif dalam setiap sesi diskusi maupun pameran, serta mengikuti seluruh rangkaian REACT Day dengan atensi penuh dari awal hingga akhir.
Penulis: Savran Billahi